HONGKONG - Rencana Apple untuk melebarkan sayap iPhone di Asia ternyata tidak semudah yang diharapkan. Pasalnya, tantangan di pasar Asia lebih berat dan beragam ketimbang tantangan yang ada di negara-negara luar Asia.

Apple memang berhasil mengembangkan sebuah gadget yang serba canggih dan fungsional. Namun untuk memasarkannya di Asia, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Menurut beberapa analis pasar gadget, masih banyak hal yang harus dipikirkan Apple sebelum benar-benar menggelontorkan iPhone di Asia karena kendala yang harus dihadapi iPhone di tiap negara di Asia berbeda-beda.

Di Hongkong misalnya, meskipun Apple memiliki pondasi brand yang kuat di negara tersebut namun masyarakat gadget di sana lebih suka menunggu harga iPhone turun terlebih dahulu sebelum mereka membelinya. Sama halnya dengan pasar di Australia dimana masyarakatnya lebih melihat harga ketimbang nama brand.

Di China apalagi. Wilayah dengan teknologi canggih yang menyelimuti sekitarnya mengakibatkan iPhone harus menghadapi pekerjaan yang lebih berat lagi. Tidak hanya perilaku black market, tapi juga unlocking software hingga perilaku produk kloningan yang akan membuat pekerjaan Apple lebih berat lagi.

Sedangkan di Jepang, sangat sulit bagi iPhone untuk masuk ke pasar tersebut. Pasalnya Jepang merupakan negara yang memiliki keahlian teknologi yang tidak tanggung-tanggung. Hampir semua ponsel yang beredar di Jepang memiliki kemampuan menonton televisi dan pengganti kartu kredit. Sedangkan iPhone, hanya memiliki kemampuan berkomunikasi, internet surfing dan SMS. Hal ini dianggap tidak cukup memenuhi kebutuhan teknologi masyarakat Jepang.

"Saya memang melihat iPhone memiliki pasar brand yang cukup kuat di seluruh belantara Asia. Namun sepertinya pendapat tersebut tidak akan berlaku di Jepang. Dibandingkan dengan ponsel-ponsel yang beredar di Jepang, ternyata iPhone tidak terlalu canggih," ujar pengamat telekomunikasi dari Tokai Research Center Yusuke Tsunoda, seperti dikutip melalui AFP, Senin (7/7/2008).

Berbeda dengan Filipina, dimana masyarakatnya lebih tertarik berkomunikasi melalui SMS ketimbang harus menggunakan layanan suara, apalagi internet. Desain iPhone yang tidak menambahkan keyboard reguler membuat para analis memastikan iPhone tidak akan terlalu laku di Filipina karena desainnya mengandalkan keyboard virtual pada layar touchscreen. Belum lagi harga iPhone yang masih tergolong mahal, dianggap kurang 'kena' dengan selera pasar Filipina, yang rata-rata penduduknya berpenghasilan kurang dari USD2 per hari.

"Meskipun tantangan yang harus dihadapi iPhone cukup beragam di setiap negara di Asia. Namun sebagian besar masyarakat di Asia menyukai apa saja yang kesannya eksklusif. Kemungkinan besar iPhone masih akan tetap laku di pasar Asia jika mereka bisa tetap mempertahankan brand dan produk mereka yang memang terkesan eksklusif," ujar analis dari IDC Singapura Aloysius Choong.